Beberapa tahun terakhir adalah perjalanan panjang dan menantang dalam dunia manajemen proyek. Dimulai dari PMP®, kemudian PMI-RMP®, PMI-ACP®, PgMP®, hingga PMO-CP®. Masing-masing bukan sekadar sertifikasi, tapi cerminan dari fase-fase pertumbuhan saya sebagai seorang profesional — menghadapi risiko, mengelola ketidakpastian, hingga memimpin program strategis lintas unit dan industri.
Namun, setelah semua pencapaian itu, saya menyadari bahwa perjalanan ini belum selesai.
Di titik inilah saya memutuskan untuk kembali ke "core" — bukan ke dasar-dasar manajemen proyek, tapi ke pondasi yang bisa membuka pintu ke peluang global: kemampuan berbahasa Inggris yang terukur dan diakui secara internasional, melalui IELTS.
Bagi saya, IELTS bukan hanya sekadar syarat administratif untuk beasiswa atau studi lanjut ke luar negeri. IELTS adalah alat ukur kesiapan saya untuk bersaing dan berkolaborasi di ranah global. Dan lebih dari itu, IELTS adalah jembatan untuk masa depan yang lebih baik — untuk diri saya sendiri, dan untuk keluarga yang selalu menjadi alasan utama di balik setiap langkah saya.
Saya tahu ini bukan hal mudah. Setelah sekian lama tenggelam dalam terminologi proyek dan framework manajemen, kembali belajar bahasa — dari struktur kalimat, tense, hingga listening comprehension — butuh kerendahan hati. Tapi saya percaya, humility dan consistency adalah dua kunci yang membawa saya sejauh ini, dan saya akan membawanya juga dalam proses belajar IELTS ini.
Saya mulai dari nol: mengenal ulang struktur tes Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Saya pelajari pola-pola soal, strategi menjawab, dan bahkan cara mengelola waktu di setiap sesi ujian. Tidak ada jalan pintas, hanya latihan dan pembiasaan. Setiap malam, setelah anak-anak tidur, saya buka modul latihan, tonton video simulasi, dan mencatat hal-hal kecil yang bisa saya perbaiki.
Saya sadar, ini bukan sekadar perjuangan untuk skor 7.0 atau 8.0. Ini adalah perjuangan untuk membuka pintu — ke peluang beasiswa, kerja di luar negeri, riset global, atau bahkan mimpi kecil saya: berdiskusi dalam bahasa Inggris tanpa merasa inferior.
Kadang, saya bertanya: "Apakah tidak terlambat untuk memulai semua ini?" Tapi kemudian saya ingat satu hal: kita tidak pernah benar-benar mulai dari nol, karena setiap pengalaman hidup kita sebelumnya adalah modal yang tidak ternilai. Dan selama kita masih punya semangat belajar, tidak ada kata terlambat.
Jadi inilah saya sekarang, kembali duduk sebagai murid — bukan di ruang kelas manajemen proyek, tapi di meja belajar di sela waktu, berjuang memahami artikel IELTS dan mempraktikkan speaking di depan kaca.
Untuk rekan-rekan yang sedang atau ingin memulai langkah yang sama, satu pesan dari saya: jangan tunggu segalanya sempurna. Mulailah dengan yang kamu punya, dari waktu yang sempit, dari motivasi yang sederhana. Karena pada akhirnya, setiap langkah kecil akan membentuk perjalanan besar.
Dan perjalanan ini, belum selesai. Tapi saya tahu, saya sedang menuju arah yang benar — demi masa depan saya, dan masa depan keluarga kecil yang saya cintai.
No comments:
Post a Comment