JS

Thursday, July 08, 2021

Game Changing : Good Strategy - Bad Strategy, The Difference and Why it Matters (Adaptive Learning from Tech to Airline Industry)

 repost from source

Analisa yang disajikan dalam article ini terilhami dari Buku Good Strategy Bad Strategy, The Difference and Why it Matters: by Richard P. Rumelt; Penerbit: Crown Business (19 Juli 2011) 336pages; dan dibedah bukunya dalam bentuk resensi berbahasa indonesia oleh : Yudo Anggoro, pada December 8th 2011.(Swa No.26/2011).

A team wins not because of senior or star players, but due to the game changers, because they do not wait for the chance to score, they create a chance to score. #Shahenshah Hafeez Khan
 
 

Sering kita menemui berbagai slogan ataupun jargon di tubuh organisasi kita, tetapi tetap merasa bingung menentukan arah dan tujuan organisasi. Para pengambil keputusan kerap mengidentikkan berbagai jargon itu sebagai strategi organisasi. Toh, semua itu hanyalah contoh penerapan strategi yang buruk. Dalam buku ini, Richard Rumelt, salah seorang pemikir manajemen strategi ternama, mengungkapkan bahwa strategi organisasi yang baik bukan sekadar slogan ataupun pernyataan visi misi yang muluk. Strategi yang baik merupakan respons yang tepat, spesifik dan menyeluruh atas tantangan yang sedang dihadapi didalam organisasi.

Sebuah contoh strategi yang baik datang dari raksasa inovasi dunia, Apple. Dikisahkan, pada saat yang sama ketika Microsoft meluncurkan Windows 95, Apple ada di tepi jurang kehancuran. CEO Apple saat itu, Gil Amelio, berjuang keras untuk tetap bertahan di tengah gempuran dominasi PC berbasis Windows- Intel.

Berbagai usaha yang dilakukan tidak membuahkan hasil yang menggembirakan, hingga akhirnya Steve Jobs kembali mengambil alih pucuk pimpinan Apple. Langkah awal Jobs adalah

  • Mengembalikan Apple pada bisnis intinya(Core), komputer personal.
  • Jobs juga melakukan berbagai langkah efisiensi: memangkas 15 model desktop menjadi satu model(Focus) saja, menghentikan produksi printer,
  • Merampingkan distributor (Supply Chain), hingga memindahkan proses produksi ke Taiwan. Hasilnya, Jobs berhasil menghemat biaya inventori hingga 80%.
  • Sebuah situs(Web) penjualan Online produk Apple juga diluncurkan untuk memotong biaya distribusi dan agen.

Kekuatan strategi Jobs terletak pada kemampuannya merancang seperangkat langkah aksi yang fokus dan terkoordinasi, serta ditujukan langsung pada inti permasalahannya. Jobs tidak merumuskan sebuah visi yang ambisius, ataupun mencanangkan target keuntungan yang harus dicapai. Jobs hanya mendesain ulang proses bisnis Apple sehingga hanya fokus pada lini produk yang lebih ramping.

Di sisi lain, strategi yang buruk bukan semata akibat absennya strategi yang baik. Strategi buruk muncul akibat tidak berfungsinya kepemimpinan, dan pemahaman yang salah dari pemimpin tentang makna strategi. Uniknya, Rumelt pertama kali memperkenalkan istilah bad strategy ini justru pada sebuah seminar mengenai strategi keamanan nasional Amerika Serikat di Washington DC tahun 2007. Seminar itu sendiri diadakan untuk mengevaluasi kualitas strategi keamanan nasional AS yang dirasa semakin menurun pada saat itu.

Rumelt merumuskan bahwa ada empat indikator yang harus diperhatikan untuk mendeteksi strategi yang buruk (bab 3).

  • Indikator pertama, penggunaan bahasa yang muluk, bombastis dan sulit dipahami, sehingga mengesankan sebagai hasil pemikiran yang cerdas. Rumelt mengibaratkan bahasa yang muluk itu sebagai the Sunday words, bahasa yang dibesar-besarkan.
  • Indikator kedua, ketidakmampuan mendefinisikan tantangan yang dihadapi organisasi. Ketika kita tidak dapat mengidentifikasi tantangan, kita tidak dapat melakukan perbaikan ataupun evaluasi strategi.
  • Indikator ketiga, menyamakan strategi dengan tujuan. Strategi bukanlah tujuan organisasi. Banyak strategi buruk yang hanya berupa pernyataan tujuan tanpa rencana penyelesaian masalah.
  • Terakhir, strategi yang buruk ditandai dari kesalahan pemimpin dalam menetapkan tujuan strategi. Tujuan strategi ditentukan oleh pemimpin sebagai sarana mencapai tujuan. Namun, kerap kali tujuan strategi itu gagal mengidentifikasi isu kritis (critical issue) atau bahkan tidak dapat diimplementasikan.

Strategi yang baik memiliki landasan struktur yang disebut sebagai kernel, inti. Strategi kernel ini memiliki tiga elemen, yaitu: diagnosis, guiding policy, dan coherent action (bab 5). Diagnosis menjelaskan tantangan yang dihadapi, sehingga diagnosis yang baik mampu menyederhanakan masalah yang kompleks. Guiding policy merupakan pendekatan yang dipilih untuk menyelesaikan masalah yang diidentifikasi di tahapan diagnosis. Terakhir, coherent action merupakan langkah yang diambil sebagai implementasi dari guiding policy.

Sebagai contoh, di dalam bisnis, tantangan yang acap dihadapi adalah perubahan dan kompetisi.

  • Langkah pertama adalah mendiagnosis struktur tantangan bisnis.
  • Langkah kedua, menetapkan kebijakan yang dapat menciptakan keunggulan atas kompetitor dalam bisnis.
  • Langkah ketiga, implementasi dan alokasi sumber daya berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk mengalahkan kompetitor sekaligus adaptif terhadap perubahan bisnis.
“When you’re a carpenter making a beautiful chest of drawers, you’re not going to use a piece of plywood on the back, even though it faces the wall and nobody will see it. You’ll know it’s there, so you’re going to use a beautiful piece of wood on the back. For you to sleep well at night, the aesthetic, the quality, has to be carried all the way through.” #Steve Jobs

Ada sebuah pernyataan yang cukup kontroversial di dalam buku ini. Rumelt berpendapat bahwa untuk merancang strategi yang baik, memiliki pengetahuan manajemen strategi saja tidak cukup (halaman 268). Banyak orang memiliki pengetahuan yang dalam ataupun pengalaman, tetapi gagal dalam merancang strategi. Rumelt berbicara tentang pentingnya memiliki pikiran strategis. Maka, Rumelt mengusulkan tiga kebiasaan yang harus dimiliki untuk memandu pikiran kita ketika merancang strategi.

  • Pertama, kita harus memiliki berbagai alat (tool) untuk mengarahkan perhatian kita.
  • Kedua, kita harus membangun kemampuan untuk terus mempertanyakan dasar asumsi kita. Jika asumsi kita sangat mudah dipatahkan, bisa dipastikan strategi yang kita rancang tidak akan bertahan lama di kompetisi yang sesungguhnya.
  • Ketiga, kebiasaan membuat dan menyimpan berbagai asumsi sehingga bisa terus kita perbaiki.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk terus mengasah kebiasaan tersebut.

  • Pertama, solusi problem, yakni teknik memindahkan perspektif dari apa yang harus dilakukan menjadi mengapa harus dilakukan.
  • Kedua, create destroy. Teknik ini digunakan untuk menghancurkan ide ataupun asumsi yang kita miliki untuk terus menciptakan ide baru. Ini tidak mudah karena kita cenderung terus terjebak pada asumsi yang kita bangun di dalam pikiran kita. Teknik ini juga berguna bagi kita untuk terus mengasah kemampuan berpikir kritis dan menyeluruh.

Sebagai salah satu pemikir manajemen strategi yang berpengaruh di dunia, Rumelt banyak memberikan pencerahan mengenai konsep strategi yang benar di buku ini. Selain itu, Rumelt juga memberikan berbagai contoh kasus implementasi strategi yang baik dan buruk. Kasus yang dicontohkan pun tidak hanya berkutat di dunia korporasi, tetapi juga menyinggung beberapa strategi pemerintahan, bahkan strategi AS dan sekutunya dalam Perang Teluk pada 1990.

Airline Industry

Menurut Wikipedia, An airline is a company that provides air transport services for traveling passengers and freight. Airlines utilize aircraft to supply these services and may form partnerships or alliances with other airlines for codeshare agreements. Generally, airline companies are recognized with an air operating certificate or license issued by a governmental aviation body.

Secara umum didalam industry Airline, terdapat beberapa domain bisnis atau struktur bisnisnya yang menjadi core nya dan saling berhubungan satu sama lain, diantaranya:

  • Airport
  • Cargo
  • Catering
  • MRO
  • Flight Operations
  • Marketing
  • Fleet
  • Revenue

Jika mengacu kepada langkah perusahaan sekaliber Apple dalam menyelamatkan krisis yang terjadi ditengah gempuran kompetitornya yang langsung face to face (e.g:microsoft), diantaranya:

  1. Memilih Leader/Management yang memang memahami bisnis dari hulu ke hilir, baik itu career-employee maupun industry sejenis nya.(*dalam hal ini penunjukan kembali Steve Jobs memimpin apple)
  2. Mengembalikan sebuah perusahaan kembali kepada bisnis intinya(Core)
  3. Melakukan berbagai langkah efisiensi, dan fokus pada satu model product/bisnis.
  4. Merampingkan distributor (Supply Chain), hingga memindahkan proses produksi dalam hal ini industry ditempat dimana perusahaan mendekat sumber bisnis nya itu sendiri dengan asset kepemilikan sendiri. (apple bisa menghemat biaya inventory hingga 80%)
  5. Memangkas model penjualan lama menjadi online store (digitalize) untuk memotong biaya distribusi dan agent.
  6. Adaptive dan responsive dalam setiap perubahan perkembangan zaman dengan penyesuaian terhadap produk yang menjadi focus penjualan tersebut, sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

Jadi sebagaimana game-changing atau game-changer philosophy itu bermula, Didalam sebuah tim pemenang bukanlah karena pemain senior atau bintang didalamnya, tetapi karena seorang pengubah permainan(Game Changer), karena mereka tidak menunggu kesempatan untuk mencetak gol, mereka menciptakan peluang untuk mencetak gol.

Source:

  • Good Strategy Bad Strategy, The Difference and Why it Matters: by Richard P. Rumelt; Penerbit: Crown Business
  • SBM ITB
  • Wikipedia
  • Apple
  • Microsoft
  • etc


No comments:

Post a Comment