repost from source
In the absence of knowing what a product is actually delivering back to us, we shift the focus and blame on transparency. The question I’d ask a marketer is this: “If you were able to be fully guaranteed that 100% of your marketing spend and costs were transparent, would you be able to deliver better business results having accomplished that?” Jay Friedman, COO of programmatic media firm Goodway
Membaca kembali berita proses transformasi sebuah ad-tech new transparency platform, seperti Havas. Beberapa pakar ahli dan orang-orang meragukan mengenai transformasi yang dilakukannya, berikut perjalannya yang bisa kita petik pelajaran dan aplikasikan didalam berbagai industry dan revolusi industry saat ini yang sedang terjadi dan masa yang akan datang.
Proses Transformasi
Pada 3 April 2012, dunia periklanan dikejutkan oleh berita akuisisi Havas Advertising kepada adds crowdsourcing, Victors & Spoils. Havas adalah agency periklanan terbesar Prancis, nomor tiga terbesar dunia dengan billing 2.3 miliar Euro, yang klien-klien nya terdiri dari Volvo, Danone, AirFrance, CitiGroup, IBM, Durex, Merk, Lacoste, dan Unilever. Total Karyawannya diseluruh dunia berkisar 20.000 orang. Seperti dilansir media adweek pada agustus 2018, update setelah merger.
Sementara Victors & Spoils adalah "new boy" on the block, didirikan pada 2009 di Boulder, Colorado, Amerika Serikat dengan hanya sedikit karyawan. Victors & Spoils adalah sebuah platform crowdsourcing dengan 6.000 anggota jejaring kreatif terbesar di seluruh dunia dan bisa bekerja sama untuk membuat iklan-iklan TV, cetak, dan logo. Billing nya, diperkirakan hanya sepuluh juta dollar(Elliot S. 03 April 2012).
Namun, V&S sudah mulai dipercaya para pengiklan kelas dunia seperti Harley Davidson, General Mlls, Gaps, Levi's,Coca Cola dan Mercedes Benz(Parekh,R, 03 April 2012;O'Leary;03 April 2012).
Publik menaruh perhatian besar karena keduanya lahir dan dibesarkan dalam kultur industry yang sama namun DNA yang sangat berbeda. Yang satu, agensi periklanan konvensional yang serba terintegrasi dengan karyawan tetap yang besar jumlahnya. Sedangkan satunya tentu sangat muda,dinamis, ramping, simple dan platform-based. Tentu saja gabungan keduanya sebagai perusahaan baru dengan strategi ambidextrous. menarik perhatian para akademisi dan praktisi manajemen.
Dilema sang Goliath
Sebagai perusahaan multinasional yang bergerak dibidang advertising, dan public relations. Awalnya Havas adalah sebuah Press Agency di Prancis yang didirikan oleh Charles-Louis Havas pada 1879. Pada 1968, dengan nama Havas Conceil, memulai bisnis konsultan dan media. Kemudian membentuk dua divisi operasional, yakni Havas Creative Group, membawahi Havas Wolrdwide, dan Arnold Worldwide, dan Havas Media Group menangani Havas Media, Havas Sports and Entertaintment, dan Areana Media.
Produk-produk Havas, berkembang di sektor periklanan, kampanye pemasaran dan produk media komunikasi (press release, corporate communication dan lain-lain). Kemudian havas dikenal sebagai perusahaan yang cukup reaktif dan unik ketika mengerjakan sejumlah merk terkenal. Lacoste, Air France, IBM, L'Oreal, hingga Walt Disney pernah dibesarkan oleh Havas. Tak ayal, Havas menjadi salah satu advertising agency konvensional paling menguntungkan didunia.
Meskipun pada 2016, Havas berhasil membekukan revenue sebsar 2.4miliar Euro, keadaan di tubuh perusahaan sempat mengalami pasang surut. Teknologi memaksa Havas untuk beradaptasi dengan lanskap bisnis(Model) yang baru.
Kita tentu familiar dengan iklan-iklan yang kerap dikerjakan Havas dan sering kita jumpai di media massa. Iklan-iklan tersebut sangat kreatif dan dikerjakan secara tim oleh insan-insan periklanan yang sangat berpengalaman.
Namun perlahan, periklanan pun mengalami perubahan perkembangan zaman dan terjadi shifting. Diantaranya sebagai berikut:
- Pertama, media yang dekat dengan potensial buyer sudah bukan surat kabar dan televisi lagi. Oleh sebab itu, perencanaan media pun berubah.
- Kedua, cara pengukuran efektivitas juga berubah.
- Ketiga, cara kerja konvensional dengan sumber daya manusia milik sendiri dalam jumlah besar sudah mulai kurang berlaku lagi. Teknologi menjadi sangat dekat dan iklan bisa dibuat oleh orang awam sekalipun. Bahkan. tenaga ahli paruh waktu tersedia dimana-mana. Mereka juga tak perlu lagi berkumpul dalam satu gedung yang harga sewanya mahal(remote office/work).
- Keempat, medan persaingan yang dihadapi juga berubah. Klien-klien besar menghadapi serangan dari pendatang-pendatang baru(startup) yang jauh lebih efisien. Dilain pihak, biaya produksi iklan tak perlu sebesar pada masa lalu. Akibatnya, nilai billing yang dapat diajukan kepada pengiklan tak sebesar dulu lagi. Bagaimana bisa menggaji tenaga produksi dan tenaga kreatif internal yang sudah terlanjur tinggi? Bukankah selama ini advertising sudah menjadi profesi yang mahal seperti perbankan?
- Kelima, Organisasi model lama kebanyakan telah berubah menjadi Goliat(Raksasa) yang nyaman dengan orang-orang lama dan pola pikir lama. Bukankah perusahaan dibangun untuk memberi kenyamanan kesejahteraan? Pertarungan-pertarungan seperti itu selalu terlintas dan tak mudah dijawab oleh para eksekutif C-Level sekalipun.
Membaca Perubahan
Memasuki awal abad 21 CEO Havas (2011-2014) David Jones menyadari lanskap industry advertising tengah berubah. Meskipun telah mapan dalam industry advertising, Havas tidak cukup mahir menerapkan dan bekerja dengan teknologi. Padahal, dengan teknologi perusahaan bisa mendapatkan sejumlah keunggulan.
- Pertama, advertising agency mampu mendapatkan lebih banyak talenta-talenta muda dan kreatif, serta tidak lagi dibatasi oleh wilayah karena mereka bisa memanfaatkan online platform untuk berkomunikasi.
- Kedua, kehadiran Google, Facebook, Twitter, dan media social lainnya membuat rantai distribusi menjadi lebih cepat, singkat dan jauh lebih murah. Perusahaan tidak perlu lagi mengontrak kantor-kantor cabang. Bahkan, melalui media social, perusahaan bisa memperoleh data analytics, kapan waktu yang terbaik untuk menayangkan iklan.
Sementara itu, Jones melihat ada satu startup periklanan asal AS yang dinilai akan mengancam advertising agency besar; V&S. V&S melakukan disrupsi dengan memanfaatkan teknologi untuk membentuk crowdsourcing platform bagi para pekerja kreatif, freelancer, maupun ahli strategi manajemen. V&S mampu menekan production cost menjadi lebih kecil, lebih effektif dan efisien sehingga klien tidak perlu lagi membayar tinggi untuk sebuah produk yang kualitasnya tidak kalah bagus.
Bergerak dan relevan atau berhenti kemudian ditinggalkan.
Ketika CEO Jones, melakukan langkah besar dengan mengakuisi V&S , ia menghadapi tantangan besar dari orang-orang lama di Havas. Jones ingin mengubah Havas menjadi lebih terbuka dan merespons positif tren Dunia Digital dan lebih menghargai para pelaku nya. Bahkan Havas, mengangkat John Winsor, CEO V&S, sebagai Chief Innovation Officer (CIO) di perusahaannya.
Para eksekutif tentu tidak mau mengganti model beriklan tradisional menjadi model yang lebih sederhana seperti yang biasa dilakukan oleh V&S. Selain itu, meminta 17.500 Pegawainya diseluruh dunia untuk mengubah model bisnis ternyata cukup sulit. Mereka takut gajinya dipotong(sebab biaya menjadi lebih murah), tidak akan mendapatkan bonus, dan takut tidak mendapatkan tunjangan pensiun.
Merespon kondisi tersebut, Jones kemudian memberikan insentif bagi mereka yang memiliki dorongan untuk berubah dan mau belajar, seperti edward su, salah seorang petinggi yang juga melihat industry tengah berubah dan berbenah. ia juga berpikir bahwa havas harus berpindah atau kemudian ditinggalkan sama sekali pada akhirnya.
Apa yang dilakukan jones terhadap Havas menunjukkan bahwa transformasi dalam bentuk apapun tidak mudah dilakukan. Apalagi jika perusahaan tersebut sudah well-established, memiliki revenue yang tinggi, dan memiliki kantor cabang yang tersebar diseluruh dunia. Namun, tanpa mandat perubahaan yang dibawa oleh visi seorang CEO, tidak mungkin havas mampu bertahan untuk jangka panjang.
Merekapun akhirnya survive dan keluar dengan model ambidextrous yang unik, Ia menggabungkan dua model, yang satu melakukan eksplorasi (long term, entrepreneurial, risk-taking) dan satu lagi melakukan eksploitasi (short term, mengejar keuntungan return, efisiensi dan efektifitas). Namun havas, secara perlahan-lahan sudah mulai menginjakkan kakinya ke dunia baru tersebut, dunia platform yang baru.
source:
- The Great Shifting ; Rhenald K
- thecge
- Havas
- V&S
- martechtoday
- inet.detik
- traditionalsignsoflondon
No comments:
Post a Comment